IT'S ME

Foto saya
Kupang, Nusa Tenggara Timur, Indonesia
Kisah Para Rasul 4:12

Senin, 22 Juli 2013

KESATUAN ADALAH KEKUATAN (Filipi 2:1-11)

(ringkasan khotbah di ibadat BP-Pemuda GMIT JKK)

Basodara BP-P GMIT JKK yang dikasihi dan diberkati oleh Tuhan kita Yesus Kristus... Mungkin sudah lama dan sering kita mendengar tentang filosofi sapu lidi, satu gampang patah; banyak jadi kuat. Satu batang lidi saja pasti gampang patah/sonde kuat, tapi kalau satu lidi itu diikat menjadi satu dengan lidi-lidi yang lain, maka lidi-lidi yang diikat jadi satu itu pasti kuat.

Basodara... Pasti cape jika kita harus menyapu halaman dengan satu batang lidi saja, tentu sulit serta membuang waktu dan tenaga, tapi jika banyak lidi diikat menjadi satu kesatuan, sapu lidi, maka sampah sebanyak apapun akan dapat dibersihkan dengan mudah dalam waktu yang singkat.

Selain filosofi sapu lidi, ada juga Film Fast & Furious 6 yang mengisahkan seorang agen khusus bernama Hobbs meminta bantuan kepada Dominic Toretto untuk mencari dan menangkap sekelompok penjahat yang dipimpin oleh Shawn. Toretto menyetujui untuk membantu, tapi dia mau kerja sendiri karena menurutnya ini masalah pribadi. Menurut Agen Hobbs, Toretto tidak akan berhasil kalau dia bekerja sendiri, "I need your help Dom.. I need your team" kata Hobbs. Cerita berlanjut dan akhirnya, Dominic Toretto dan timnya berhasil.

Basodara... Kenapa beta dahului renungan ini dengan filosofi sapu lidi dan cerita film Fast & Furious 6? Karena beta ingin agar basodara mengerti kalau kita bersatu pasti kita kuat! Kalau kita bersatu, pasti kita mampu untuk menyelesaikan banyak masalah!

Dalam kehidupan, khususnya dalam pelayanan pemuda pasti ada banyak masalah, kesulitan, dan tantangan yang kita hadapi, tapi jika kita bersatu pasti kita bisa menghadapi setiap masalah, kesulitan, dan tantangan tersebut. Tapi persoalannya, untuk bersatu (apalagi dalam sebuah pelayanan pemuda) sonde gampang, karena masing-masing orang dengan karakter, pola pikir, bahkan kepentingannya masing-masing. Tapi apapun persoalannya, kesatuan di pemuda itu penting! Kenapa? Karena, kesatuan itulah kekuatan kita!

Basodara yang dikasihi dan diberkati oleh TuhanYesus... Bagian Firman Tuhan yang kita baca tadi merupakan bagian dari surat Rasul Paulus kepada jemaat di Filipi. Jemaat di Filipi ini jemaat yang baik. Kalau basodara baca ayat yang lain dari surat Filipi ini, maka ada banyak pujian yang diberikan Rasul Paulus kepada jemaat (Filipi 1:5, 4:10, 4:14-18). Jemaat di Filipi adalah jemaat yang baik, tapi ada permasalahan yang dihadapi oleh jemaat di Filipi, yaitu masalah PERPECAHAN (Filipi 4:2-3).

Perpecahan adalah masalah yang berbahaya bagi pelayanan jemaat di Filipi, karena itu Rasul Paulus memberikan nasehat kepada jemaat "hendaklah kamu sehati, sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan". Tentunya nasehat ini tidak hanya ditujukan bagi jemaat di Filipi saja, tapi bagi semua jemaat Kristen dimana saja dan kapan saja. Tuhan menghendaki kesatuan, baik kesatuan antara Tuhan dengan jemaat-Nya maupun kesatuan antara jemaat dengan jemaat. Tuhan menghendaki kesatuan sedangkan iblis menginginkan perpecahan.

Karena itu basodara yang dikasihi oleh Tuhan Yesus... Marilah kita bersatu, karena kesatuan adalah kehendak Tuhan, kesatuan adalah kekuatan kita. Mari bersatu! bekerjasama dalam melaksanakan tugas pelayanan yang telah Tuhan percayakan pada masing-masing kita. Kerjasama menuntut kebersamaan/kesatuan, dan kesatuan menuntut keterbukaan, keterbukaan menuntut kepercayaan, saling mempercayai bahwa kita dapat bekerjasama. Saling mengisi bukan menguras, saling berbagi bukan mencari kepentingan diri, saling mengasihi bukan menguasai.

Bekerjasama bukan sama-sama kerja tapi sonde sama-sama, lu kerja-beta ju kerja, masing-masing katong kerja, tapi sonde ada komunikasi dan interaksi, yang satu menangis yang lain ketawa, ini sonde bae! Lebe bae katong bersatu dan saling melengkapi karena katong ni kan punya kelebihan dan kekurangan masing-masing to...

Jangan biarkan masalah kecil bikin rusak katong pung hubungan karena kalau hubungan su rusak tentu yang rugi bukan hanya katong sandiri tapi katong samua, yang malu bukan hanya ketua atau sekretaris sa tapi katong samua yang menjadi bagian dari pemuda Koinonia.

Inga e...! Kalau kita bersatu pasti kita kuat menghadapi masalah dan tantangan dalam pelayanan. Amin

Selasa, 16 Juli 2013

Catatan Untuk Mereka Yang Suka Bilang: "Kamu Bodoh!"

Setelah “Catatan Untuk Almamater” dan “Catatan Untuk Para Pelayan Anak”, kali ini saya hadir lagi dengan “Catatan Untuk Mereka Yang Suka Bilang: “Kamu Bodoh!”.
Ini tulisan lama yang saya buat di Facebook, dengan sedikit revisi, inilah hasilnya:

Dalam dunia pendidikan, Apa ada orang bodoh? Bagi sebagian orang, orang bodoh itu ada tapi bagi saya sebenarnya tidak ada orang bodoh, yang ada ialah orang yang tidak mau belajar dan berusaha karena setiap manusia dianugerahi akal budi yang membedakan dirinya dengan binatang. Intelegensi itulah keistimewaan ciptaan yang namanya manusia.

Pintar dan bodoh, dua kata ini sering kita jumpai dalam dunia pendidikan. Kita masih terjebak dalam paradigma pintar dan bodoh. Secara akademis, klasifikasi pintar atau bodoh biasa ditentukan dari hasil belajar (nilai). Sistem pendidikan yang ada, masih berorientasi pada nilai di atas kertas, bukan berorientasi pada proses pembelajaran itu sendiri. Murid yang sering mendapat nilai bagus disebut “pintar” sedangkan murid yang sering mendapat nilai jelek disebut “bodoh” dan parahnya klasifikasi ini terus berlanjut dari generasi terdahulu sampai generasi sekarang ini.

Jika ada orang mengatakan kepada kita “kamu bodoh!”, kita akan merasa bahwa kita memang “bodoh” sehingga kita menjadi pesimis dan tidak lagi mau berusaha untuk menjadi “pintar”, tapi jika kita berpikir positif maka pendapat tersebut bisa memotivasi kita untuk membuktikan bahwa kita tidak sebodoh yang dikatakan orang lain tentang kita. Dalam beberapa kasus yang saya temui dalam dunia pendidikan, ada sesama murid saling memberikan predikat “bodoh”, bahkan ada juga guru yang memberikan predikat “bodoh” kepada murid-muridnya berdasarkan nilai yang diperoleh. Hal ini menyebabkan para murid berlomba-lomba mendapat predikat “pintar” yang diukur dari besarnya nilai di atas kertas (padahal belum tentu nilai itu didapat dari prose belajar yang baik, bisa saja nilai baik dari hasil nyontek). Perlombaan ini kemudian melahirkan kompetisi negatif, satu sama lain mencari kelemahan dan saling ingin mengalahkan, bukannya kompetisi yang saling membangun. Saat ujian, contek menyontek dianggap wajar demi sebuah nilai yang membanggakan, padahal ujian itu kan merupakan proses menguji kemampuan pribadi.

Belajar merupakan sebuah proses yang terus menerus berlangsung selama kita hidup (Inggris: life- long learning. Perancis: education permanente), proses dari dari belum bisa menjadi bisa, belum tahu menjadi tahu, dari belum paham menjadi paham. Jadi, dalam proses belajar mengajar seharusnya tidak ada klasifikasi pintar dan bodoh. Guru harus berusaha sebaik mungkin agar dapat mengajarkan ilmu sambil membimbing para murid dalam proses tersebut, sedangkan para murid juga harus mengikuti proses tersebut dengan baik agar mampu memahami ilmu yang didapat. Jadi, sebaiknya klasifikasi pintar atau bodoh jangan hanya diukur dari nilai di atas kertas dan jangan dibawa terlalu jauh di dalam dunia pendidikan karena di dunia pendidikan, sesungguhnya kita belajar bukan untuk mencari predikat pintar tapi untuk memperoleh ilmu pengetahuan, memahaminya dan kemudian menerapkankannya dalam kehidupan ini. Karena itu, dalam dunia pendidikan, orang-orang yang memiliki kemampuan yang lebih baik dari yang lain janganlah terlalu sombong untuk berbagi ilmu dengan yang lainnya dan jangan bilang “kamu bodoh!”, sementara itu bagi yang sering dibilang “bodoh”, jangan pesimis, belajar dan teruslah belajar, sampai kapan? Sampai mati!

Saya ambil contoh: Thomas Alva Edison dan Albert Einstein. Saat masih sekolah dasar kedua orang ini termasuk siswa yang dianggap bodoh, bahkan Thomas di cap idiot oleh gurunya. Tapi apakah mereka menyerah, berhenti belajar dan berusaha? Ternyata tidak! Buktinya, Albert Einstein di usia 27 tahun menghasilkan banyak teori, termasuk teori relativitasnya yang terkenal sehingga bermanfaat bagi dunia dan Thomas Alva Edison pada tahun 1870 ia menemukan mesin telegraf yang lebih baik dan penemuan penting lainnya, dan yang paling terkenal adalah ia berhasil menemukan lampu listrik tahun 1879.

Secara pribadi, saya pernah punya anak didik yang dianggap terlalu bodoh dan nakal oleh banyak guru, tapi ketika Ujian Nasional, anak yang dianggap bodoh dan nakal ini malah memperoleh nilai 100 pada beberapa mata pelajaran.

Prof. Yohanes Surya, ketika berada di Papua dan diminta untuk mendidik anak-anak disana, Prof. Yohanes berkata, “bawa kemari anak-anak yang kalian anggap bodoh, saya akan didik mereka” dan apa yang terjadi, anak-anak yang dianggap bodoh itu, kini menjadi anak-anak yang punya kemampuan intelektual yang luar biasa.

Jadi, masihkah anda menganggap bahwa ada orang bodoh? Dan berkata, “ah! Kamu bodoh!”?

Memang benar bahwa dalam dunia pendidikan, nilai akhir tetap menjadi patokan, tapi saya yakin setiap prestasi yang diperoleh pasti dihasilkan melalui proses belajar yang baik pula. Saya yakin jika kita menikmati apa yang kita pelajari, kita akan mendapatkan sesuatu yang berharga dalam proses tersebut, sesuatu yang hanya kita sendiri yang bisa merasakannya, lebih bermakna dibandingkan nilai di atas kertas yang sering kita dapatkan.

Saya bukan orang pintar dan juga bukan orang bodoh, masih banyak hal yang ingin saya pelajari karena hidup itu belajar. belajar... belajar... dan terus belajar, agar kita menjadi orang yang berguna bagi diri sendiri dan juga bagi orang-orang di sekitar kita.

Mari lepas dari paradigma pintar dan bodoh, karena belajar adalah sebuah proses untuk menjadikan manusia lebih bermakna dari hari ke hari, bukan tentang siapa yang paling “pintar” atau siapa yang paling “bodoh”.

Teruslah belajar dan berusaha sehingga menghasilkan sesuatu yang baik; sesuatu yang berguna bagi diri sendiri & juga bagi orang lain. Dan biarlah Bapamu di Sorga dipermuliakan lewat sesuatu yang baik yang kamu hasilkan itu.

Soli Deo Gloria
S'telah sekian lama menghilang, eh... nongol lagi....
hari ini

Catatan Untuk Para Pelayan Anak

Di awal tahun 2011 lalu, saya pernah hadir lewat “Catatan Untuk Almamater”. Kali ini, saya hadir dengan “Catatan Untuk Para Pelayan Anak”.

Dalam konteks pelayanan Kristen, mana yang lebih mudah, mengajar anak-anak atau mengajar pemuda atau orang dewasa? Mana yang lebih penting, pelayanan anak ataukah pelayanan pemuda dan dewasa?

Mungkin, akan ada beberapa tanggapan ketika pertanyaan ini diajukan. Bagi sebagian orang, keduanya penting dan tidaklah mudah. Ada juga yang berpendapat, mengajar pemuda dan dewasa lebih penting dan lebih mudah dibandingkan pelayanan anak-anak, tapi ada yang sebaliknya, mengajar anak-anak lebih mudah daripada mengajar pemuda atau orang dewasa, makanya tidak heran kalau dalam persiapan untuk mengajar anak-anak, ada yang tidak serius mempersiapkan diri bahkan ada guru yang tidak mempersiapkan diri ketika akan mengajar anak-anak dan hanya bermodalkan imajinasi. Padahal, mengajar anak-anak itu tidaklah mudah, butuh persiapan yang baik seperti halnya persiapan untuk mengajar pemuda atau orang dewasa, perlu banyak membaca dan perlu konsep tentang apa yang mau diajarkan.

Karena mengajar anak dianggap mudah, cukup banyak gereja yang mengabaikan pelayanan anak. Bahkan ada pendeta yang merasa kedudukannya terlalu tinggi untuk turut mengambil bagian dalam pelayanan Sekolah Minggu. Hal ini pernah terjadi sekitar abad ke-18, banyak gereja di Inggris mengabaikan pelayanan anak, ketika orang dewasa beribadah dalam gereja, anak-anak dibiarkan berkeliaran diluar gereja. Mereka bermain dan membuat keributan di jalan, kata-kata dan kelakuan mereka kasar. Inilah yang menggugah hati Robert Raikes, seorang pemilik The Gloucester Journal. Robert mencari tahu mengapa anak-anak ini bermain di jalan saat orang dewasa beribadah di hari Minggu. Ternyata mereka tidak bersekolah dan mereka tidak mendapat tempat dalam gereja. Akhirnya, bersama dengan pendeta Thomas Stock, Robert menyewa sebuah rumah kosong untuk membuka sekolah pada hari Minggu bagi anak-anak itu. Pada Juli 1789, sekolah itu dimulai dengan nama Sekolah Minggu. Bagi Robert Raikes, mengajarkan Alkitab kepada anak-anak sejak usia dini itu penting.

Jauh sebelum Robert Raikes, pada abad ke-15, ada seorang pendeta, rektor sekaligus dosen teologi yang peduli dengan pelayanan anak, yaitu Jean Charlier de Gerson. Karena kepeduliannya pada pelayanan anak, Jean Charlier de Gerson menulis buku pendidikan Kristen dalam bentuk cerita untuk anak kecil. Tapi karya Jean Charlier ini tidak dihargai oleh para teolog lain, bahkan ada yang mencemooh "Gerson menjatuhkan martabat kita sebagai teolog, masakan seorang teolog mengarang cerita untuk anak kecil?".

Cukup banyak orang menyangka bahwa mengajar anak-anak adalah sesuatu yang mudah. Banyak juga guru sekolah Minggu yang beranggapan bahwa mengajar anak adalah urusan yang mudah. Sebenarnya mengajar anak-anak itu justru lebih sulit daripada mengajar pemuda atau orang dewasa, karena tahap perkembangan intelektual anak tidak sama dengan tahap perkembangan intelektual pada orang dewasa. Tahap perkembangan intelektual anak masih rendah dibanding orang dewasa. Ketika mengajar pemuda atau orang dewasa, pasti tidaklah sulit untuk menjelaskan konsep-konsep yang abstrak seperti tentang pengampunan dosa dan pertobatan, istilah-istilah ini pastilah mudah dicerna oleh pemuda maupun orang dewasa, tapi tidak bagi anak-anak. Karena itu, mengajar anak-anak sebenarnya lebih sulit daripada mengajar orang dewasa. Sekalipun sulit, anak-anak harus diajarkan Injil, karena Injil adalah kabar baik (eu=baik, anggelion=kabar) bagi semua orang, semua golongan usia. Ingat apa yang Kristus ajarkan, "Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah." (Mark. 10:14). John Calvin pernah menegaskan "Setiap pendeta mendidik dua gereja, yaitu gereja orang dewasa dan gereja anak kecil". Calvin begitu mementingkan pendidikan anak kecil dalam gereja. Ya! Pelayanan anak sama pentingnya dengan pelayanan pemuda dan dewasa. Pelayanan anak tidak boleh diabaikan, tidak boleh setengah hati atau asal jadi.

Mengajar anak ibarat kita menabur benih, tentunya kita tidak mengharapkan besok harus kita yang menuai buah dari benih yang kita tabur hari ini. Benih akan menghasilkan buah tentunya butuh waktu, butuh proses. Tapi yakinlah benih yang kita tabur itu suatu saat akan bertumbuh, berbunga dan akhirnya menghasilkan buah. Itulah tugas seorang pengajar anak, menabur dan terus menabur. Mungkin bukan kita yang menuai buahnya nanti, tapi ingatlah! Kita telah menjadi bagian dari orang yang ikut menumbuhkan satu pohon yang baik.

Bagi anda yang sedang berada dalam pelayanan anak, berbanggalah karena dalam pelayanan tidak ada level yang lebih rendah ataupun lebih tinggi, pelayanan itu sama nilainya. Seorang teman pernah berkata: "Melayani anak-anak itu tidak mudah tapi menyenangkan, melayani anak-anak adalah panggilanku".

Soli Deo Gloria