IT'S ME

Foto saya
Kupang, Nusa Tenggara Timur, Indonesia
Kisah Para Rasul 4:12

Selasa, 16 Juli 2013

Catatan Untuk Para Pelayan Anak

Di awal tahun 2011 lalu, saya pernah hadir lewat “Catatan Untuk Almamater”. Kali ini, saya hadir dengan “Catatan Untuk Para Pelayan Anak”.

Dalam konteks pelayanan Kristen, mana yang lebih mudah, mengajar anak-anak atau mengajar pemuda atau orang dewasa? Mana yang lebih penting, pelayanan anak ataukah pelayanan pemuda dan dewasa?

Mungkin, akan ada beberapa tanggapan ketika pertanyaan ini diajukan. Bagi sebagian orang, keduanya penting dan tidaklah mudah. Ada juga yang berpendapat, mengajar pemuda dan dewasa lebih penting dan lebih mudah dibandingkan pelayanan anak-anak, tapi ada yang sebaliknya, mengajar anak-anak lebih mudah daripada mengajar pemuda atau orang dewasa, makanya tidak heran kalau dalam persiapan untuk mengajar anak-anak, ada yang tidak serius mempersiapkan diri bahkan ada guru yang tidak mempersiapkan diri ketika akan mengajar anak-anak dan hanya bermodalkan imajinasi. Padahal, mengajar anak-anak itu tidaklah mudah, butuh persiapan yang baik seperti halnya persiapan untuk mengajar pemuda atau orang dewasa, perlu banyak membaca dan perlu konsep tentang apa yang mau diajarkan.

Karena mengajar anak dianggap mudah, cukup banyak gereja yang mengabaikan pelayanan anak. Bahkan ada pendeta yang merasa kedudukannya terlalu tinggi untuk turut mengambil bagian dalam pelayanan Sekolah Minggu. Hal ini pernah terjadi sekitar abad ke-18, banyak gereja di Inggris mengabaikan pelayanan anak, ketika orang dewasa beribadah dalam gereja, anak-anak dibiarkan berkeliaran diluar gereja. Mereka bermain dan membuat keributan di jalan, kata-kata dan kelakuan mereka kasar. Inilah yang menggugah hati Robert Raikes, seorang pemilik The Gloucester Journal. Robert mencari tahu mengapa anak-anak ini bermain di jalan saat orang dewasa beribadah di hari Minggu. Ternyata mereka tidak bersekolah dan mereka tidak mendapat tempat dalam gereja. Akhirnya, bersama dengan pendeta Thomas Stock, Robert menyewa sebuah rumah kosong untuk membuka sekolah pada hari Minggu bagi anak-anak itu. Pada Juli 1789, sekolah itu dimulai dengan nama Sekolah Minggu. Bagi Robert Raikes, mengajarkan Alkitab kepada anak-anak sejak usia dini itu penting.

Jauh sebelum Robert Raikes, pada abad ke-15, ada seorang pendeta, rektor sekaligus dosen teologi yang peduli dengan pelayanan anak, yaitu Jean Charlier de Gerson. Karena kepeduliannya pada pelayanan anak, Jean Charlier de Gerson menulis buku pendidikan Kristen dalam bentuk cerita untuk anak kecil. Tapi karya Jean Charlier ini tidak dihargai oleh para teolog lain, bahkan ada yang mencemooh "Gerson menjatuhkan martabat kita sebagai teolog, masakan seorang teolog mengarang cerita untuk anak kecil?".

Cukup banyak orang menyangka bahwa mengajar anak-anak adalah sesuatu yang mudah. Banyak juga guru sekolah Minggu yang beranggapan bahwa mengajar anak adalah urusan yang mudah. Sebenarnya mengajar anak-anak itu justru lebih sulit daripada mengajar pemuda atau orang dewasa, karena tahap perkembangan intelektual anak tidak sama dengan tahap perkembangan intelektual pada orang dewasa. Tahap perkembangan intelektual anak masih rendah dibanding orang dewasa. Ketika mengajar pemuda atau orang dewasa, pasti tidaklah sulit untuk menjelaskan konsep-konsep yang abstrak seperti tentang pengampunan dosa dan pertobatan, istilah-istilah ini pastilah mudah dicerna oleh pemuda maupun orang dewasa, tapi tidak bagi anak-anak. Karena itu, mengajar anak-anak sebenarnya lebih sulit daripada mengajar orang dewasa. Sekalipun sulit, anak-anak harus diajarkan Injil, karena Injil adalah kabar baik (eu=baik, anggelion=kabar) bagi semua orang, semua golongan usia. Ingat apa yang Kristus ajarkan, "Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah." (Mark. 10:14). John Calvin pernah menegaskan "Setiap pendeta mendidik dua gereja, yaitu gereja orang dewasa dan gereja anak kecil". Calvin begitu mementingkan pendidikan anak kecil dalam gereja. Ya! Pelayanan anak sama pentingnya dengan pelayanan pemuda dan dewasa. Pelayanan anak tidak boleh diabaikan, tidak boleh setengah hati atau asal jadi.

Mengajar anak ibarat kita menabur benih, tentunya kita tidak mengharapkan besok harus kita yang menuai buah dari benih yang kita tabur hari ini. Benih akan menghasilkan buah tentunya butuh waktu, butuh proses. Tapi yakinlah benih yang kita tabur itu suatu saat akan bertumbuh, berbunga dan akhirnya menghasilkan buah. Itulah tugas seorang pengajar anak, menabur dan terus menabur. Mungkin bukan kita yang menuai buahnya nanti, tapi ingatlah! Kita telah menjadi bagian dari orang yang ikut menumbuhkan satu pohon yang baik.

Bagi anda yang sedang berada dalam pelayanan anak, berbanggalah karena dalam pelayanan tidak ada level yang lebih rendah ataupun lebih tinggi, pelayanan itu sama nilainya. Seorang teman pernah berkata: "Melayani anak-anak itu tidak mudah tapi menyenangkan, melayani anak-anak adalah panggilanku".

Soli Deo Gloria

Tidak ada komentar:

Posting Komentar